Ternyata Bung Karno pernah di buru Amerika

Diambil Dari Republika:

Bung Karno ‘Diburu’
Sebelum Osama Bin Laden,

Oleh Alwi Shahab

Amerika Serikat akan mengerahkan berbagai cara untuk menangkap ‘hidup atau mati’ Osama Bin Laden. Ia dituduh terlibat dalam serangan di gedung WTC dan Pentagon, 11 September lalu. Sejauh ini bukan hanya Osama yang dinyatakan sebagai musuh utama AS. Karena sebelumnya, negara adidaya ini pernah memburu Khadafi. Bahkan kemah pemimpin Libia ini pernah diserang pesawat AS. Presiden Irak, Saddam Husein juga pernah menerima ancaman yang sama. Berbagai cara diupayakan AS untuk menjatuhkan Saddam, termasuk tidak akan menghentikan embargo selama Saddam masih hidup. Tidak peduli puluhan ribu rakyat Irak harus menderita, termasuk balita karena kekurangan gizi dan bahan makanan.

Indonesia sendiri, pernah mengalami ‘perlakuan’ serupa. Presiden Sukarno kerap mendapat ancaman, kecaman, dan teror dari AS. Presiden Sukarno seperti yang dituturkan kepada pengarang AS Cindy Adams, bahwa ketidaksenangan AS terhadap Sukarno dan RI sudah muncul ketika kunjungan pertama Sukarno ke negara Uncle Sam, Mei 1956. Waktu itu, Bung Karno menjelaskan kepada Menlu John Fuster Dulles, dasar politik Indonesia. ”Kami tidak mempunyai hasrat untuk meniru Uni Soviet, juga tidak mau mengikuti dengan membabi-buta jalan yang direntangkan oleh Amerika untuk kami. Kami tidak akan menjadi satelit dari salah satu blok.”

Sayangnya, politik seperti ini disalahartikan oleh AS. Negara superpower ini hanya menyukai bila kita memilih pihak seperti yang dikehendakinya. Politik AS ketika itu demikian kakunya, sehingga negara yang tidak sependapat dengannya dianggap tergolong dalam blok Soviet.

Berkata Menlu AS itu. ”Politik AS bersifat global. Suatu negara harus memilih salah satu pihak. Aliran yang netral adalah immoral (tidak bermoral).”

Bung Karno menilai AS tidak memahami masalah Asia. Dalam salah satu dialognya dengan Presiden Eisenhower, Bung Karno menyatakan sebagai sahabat yang bijaksana dan lebih tua, Amerika bisa saja memberi nasihat kepada Indonesia. ”Memberi kami nasihat ‘bisa’. Akan tetapi mencampuri persoalan kami, jangan.”

Yang menjengkelkan AS, Bung Karno tanpa tedeng aling-aling menyerang agresi AS di Vietnam. Ia bahkan berkali-kali meminta AS agar segera mundur dari Vietnam. Sambil terus mengutuk bom-bom napalm dan persenjataan berat lainnya yang dialamatkan kepada rakyat Vietnam. ”Kalau agresi AS ini kita biarkan, dia akan merupakan bahaya besar bagi seluruh tata hidup internasional.”
Jauh sebelum AS menderita kekalahan di Vietnam, Bung Karno memberikan nasihat agar AS segera menarik pasukan-pasukannya dari Vietnam dan seluruh Indocina. ”Jika mereka emoh menarik diri mereka bisa kehilangan segala-galanya.” Apa yang diramalkannya itu menjadi kenyataan. Ketika kemudian seluruh pasukan AS terpaksa harus meninggalkan Vietnam.

Bahkan, menjelang meletusnya G30S/PKI, Bung Karno sudah melakukan persiapan untuk menyelenggarakan Konferensi Internasional Anti-Pangkalan Asing (KIAPMA) di Jakarta. Hampir bersamaan akan diselenggarakan Conefo. Kedua konferensi internasional ini, tegas Bung Karno, untuk ‘meruntuhkan’ hegenomi Nekolim. ”Ini dadaku, mana dadamu.” kata Bung Karno lantang dalam berbagai pidato di banyak tempat.

Pertentangan antara RI-AS mencapai puncaknya ketika pecah pemberontakan PRRI/Permesta. Apalagi Amerika Serikat memberikan bantuan senjata untuk melawan Sukarno. Sementara sebuah pesawat pengebom AS (B-25) ditembak jatuh oleh TNI di Ambon. Pilotnya seorang penerbang Amerika, Allan Lawrence Pope, ditangkap. Usaha-usaha Central Intelegence Agency (CIA) atau Pusat Intelejen AS menjatuhkan pemerintahan Sukarno didukung oleh sebuah task force lepas pantai dari Armada VII AS. (Manai Sophian: Kehormatan Bagi yang Berhak.) Bung Karno juga sering mengatakan bahwa CIA berupaya untuk membunuhnya.

Dalam pidato di PBB berjudul ‘Membangun Dunia Kembali’, Bung Karno terang-terangan menuduh organisasi bangsa-bangsa ini sebagai sarang negara besar dan didominasi oleh kaum imperialis. ”Dengan menguntungkan Israel dan merugikan rakyat Arab, PBB harus diretul,” katanya. Dan, Indonesia pun kemudian keluar dari PBB.